Rabu, 26 November 2014

Prinsip dalam Akuntansi Syariah

Prinsip dalam Akuntansi Syariah
Nilai pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi syari’ah. Ketiga nilai tersebut tentu saja telah menjadi prinsip dasar yang universal dalam operasional akuntansi syari’ah. Apa makna yang terkandung dalam tiga prinsip umum tersebut? Berikut uraian ketiga prinsip yang terdapat dalam surat Al-Baqarah: 282.
Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim.Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsepamanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sag Khaliq mulai dari alam kandungan. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia dibebani amanah oleh Allah untuk menjalankan fungsi-fungsi kekhalifahannya. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah.
   Banyak ayat Al-quran yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah di muka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawabannya biasanya dalam bentuk laporan akuntansi.
Prinsip Keadilan
Jika ditafsirkan lebih lanjut, ayat 282 surat Al-Baqarah mengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya.
Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesar Rp. 100 juta maka akuntansi (perusahaan akan mencatatnya dengan jumlah yang sama; Dengan kata lain, tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.
     Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama adalah berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, yang merupakan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syari’ah dan moral). Pengertian kedua inilah yang lebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi (alternatif) yang lebih baik.
Prinsip Kebenaran
Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan. Sebagai contoh misalnya, dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Kebenaran dalam Al-Quran tidak diperbolehkan untuk dicampur adukkan dengan kelebathilan. Namun, barangkali ada pertanyaan dalam diri kita, siapakah yang berhak menentukan kebenaran? Untuk hal ini tampaknya kita masih terkendala, namun sebagian muslim, selayaknya kita tidak risau atas hal tersebut. Sebab Al-Qur’antelah menggariskan, bahwa ukuran, alat atau instrumen untuk menetapkan kebenaran tidaklah berdasarkan nafsu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar