Persamaan dan Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
Dasar
hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah,
Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa
tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan
Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik
khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah
Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan
termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat
pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan
perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran
Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para
ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau
harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang
dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep
Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku,
dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di
masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2. Modal
dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu
modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar),
sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta
berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang
dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam
konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama
kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai
perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi
sumber harga atau nilai;
4. Konsep
konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari
menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba
yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal
itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai
tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan
resiko;
5. Konsep
konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang,
modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan
dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba
yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari
transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika
ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang
telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram
tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep
konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya
jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada
ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang
telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu
keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum
nyata laba itu diperoleh.
Dengan
demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi
Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal
inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar