PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA
DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG DAN JASA
DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG DAN JASA
A. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Peraturan
perundang-undangan yang mengatur pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN
Barang dan Jasa atas Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 11 Tahun 1994 dan diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun 2000.
B. Karateristik (Legal Character). Kelebihan dan Kelemahan PPN
1. Karateristik (Legal Character)
a. PPN merupakan pajak tidak langsung yang
dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut pandang sebagai berikut:
1) Sudut pandang ekonomi, beban pajak
dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau
jasa yanng menjadi objek pajak.
2) Sudut pandang yuridis., tanggung jawab
pembayaran pajak kepada kas Negara tidak berada di tangan pihak yang memikul
beban pajak. Sudut pandang secara yuridis ini membawa kosekwensi filosofis
bahwa dalam pajak tidak langsung apabila pembeli atau penerima jasa telah
membayar pajak-pajak yang terutang kepada penjual atau pengusaha jasa, pada
hakikatnya sama dengan telah membayar pajak tersebut ke kas Negara.
b. Pajak Objektif
Suatu jenis pajak yang saat
timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu adanya
taatbest and (keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan
pajak yang juga disebut dengan nama objek pajak). Sebagai pajak objektif,
timbulnya kewajiban unutk membayar PPN ditentukan oleh adanya objek pajak.
c. Multi Stage Tax
Karateristik PPN yang
dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.
d. PPN terutang untuk dibayar ke kas Negara
dihitung menggunakan indirect subtraction method / credit method / invoice
methode. Pajak yang dipungut oleh (PKP) penjual atau pengusaha jasa secara
tidak otomatis wajib dibayar ke kas Negara. Metode penurangan pajak ttidak
langsung adalah PPN terutang yang wajib dibayar ke kas Negara merupakan hasil
perhitungan mengurangkan PPN yang dibayar kepada PKP lain yang dinamakan Pajak
Masukan (Input Tax) dengan PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa
disebut pajak keluaran (Output Tax). Metode pengkreditan adalah pajak yang
dikurangkan dengan pajak unutk memperoleh jumlah pajak yang akan dibayar ke kas
Negara (Tax Credit) unutk mendeteksi kebenaran jumlah pajak masukan dan pajak
keluaran yang terlibat dalam mekanisme ini dibutuhkan dokumen, yaitu faktur
pajak (Tax invoice) sehingga disebut metode faktur (invoice method)
e. PPN adalah pajak atas konsumsi umum dalam
negeri. PPN hanya dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dan atau jasa kena
pajak yang dilakukan di dalam negeri. Komoditi impor dikenakan PPN dengan
presentase yang sama dengan produk domestik.
f. PPN bersifat netral
Netralis PPN dibentuk oleh dua
faktor, yaitu :
1) PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun
jasa
2) Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip
tempat tujuan (destination principle)
Dalam mekanisme pemungutannya,
PPN mengenal dua prinsip yaitu :
1) Prisip tempat asal (origin principle)
PPN dipungut di tempat asal barang atau
jasa yang akan dikonsumsi.
2) Prinsip tempat tujuan (destination
principle)
PPN dipungut di tempat tujuan.
Komoditi impor menganut prinsip tempat
tujuan.
Barang dalam negeri yang akan diekspor
tidak dikenakan PPN karena akan dikenakan PPN di Negara tujuan.
g. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak
berganda.
2. Kelebihan PPN :
- Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda.
- Netral dalam perdagangan lokal dan internasional.
- PPN atas perolehan berang modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan,
- Ditinjau dari besar pendapatan Negara, PPN mendapa predikat sebagai money maker. Karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya.
3. Kelemahan PPN :
- Biaya administrasi relative tinggi bila dibandingkan dengan pajak tidak langsung lainnya, baik di pihgak administrasi pajak maupun di pihak wajib pajak.
- Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul.
- PPN sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak.
- PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakaknya.
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai
PPN dikenakan atas :
1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah :
a. Barang Berwujud yang diserahkan merupakan
BKP.
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan
merupakan BKP tidak berwujud.
c. Penyerahan dilakukan di dalam Derah Pabean.
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan
usaha atau pekerjaannya.
2. Impor BKP.
3. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam
Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah :
a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah
Pabean
c. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan
usaha atau pekerjaannya
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daeraah Pabean.
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
6. Ekspor Bkp oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
8. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan
semula tidak unutk diperjualbelikan (bukan inventory) oleh PKP, sepanjang Pajak
Masukan yang dibatar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat
dikreditkan.
D. Barang Kena Pajak dan Pengecualiannya
Barang
kena pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud
yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. Pengecualian BKP
Pada
dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali UU menetapkan sebaliknya. Jenis
barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan PP didasarkan atas
kelompok-kelompok barang sebagai berikut :
a. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti :
·
Minyak
mentah (crude oil)
·
Gas
bumi
·
Panas
bumi
·
Pasir
dan kerikil
·
Batu
bara sebelum diproses menjadi briket batu bara, dan
·
Biji
besi, biji timah, biji tembaga, biji nikel, dan biji perak serta biji bauksit.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti :
·
Beras
·
Gabah
·
Jagung
·
Sagu
·
Kedelai
·
Garam
baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
c.
Makanan
dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga
atau catering.
d.
Uang,
emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan lainnya).
E. Jasa Kena Pajak dan Pengecualiannya
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap
kegiatan pelayanan berdasarkan suatau perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatau barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia unutk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan unutk menghasilkan barang karena pesanan
atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan
pajak berdasarkan UU PPN. Pengecualian
JKP.
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak,
kecuali yang ditentukan lain oleh UU PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN
ditetapkan dengan PP didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut :
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik,
b. Jasa di bidang pelayanan sosial,
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan
perangko,
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan
sewa guna usaha dengan hak opsi,
e. Jasa di bidang keagamaan,
f. Jasa di bidang pendidikan,
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang
tidak dikenakan pajak totonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak
bersifat komersial, seperti :
Pementasan kesenian
tradisional yang diselenggarakan secara Cuma-Cuma.
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan
bersifat iklan, seperti : penyiaran radio dan televisi yang dilakuakn oleh
instansi pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai
oleh sponsor yang bertujuan komersial.
i.
Jasa
di bidang angkutan umum di darat dan diair, seperti : jasa angkutan umum di
darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah atau
swasta.
j.
Jasa
di bidang tenaga kerja,
k. Jasa di bidang perhotelan,
l.
Jasa
disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum,
meliputi jasa-jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, seperti :
pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak, Pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
F. Penyerahan Barang dan Jasa Kena
Pajak
1. Penyerahan hak atas BKP kerna suatu
perjanjian;
2. Pengalihan BKP oleh karena suatu
perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara
atau melalui juru lelang;
4. Pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma
atas BKP;
5. Persedianan BKP dan aktifa yang menurut
tujuan semula tidak unutk diperjual belikan, yang masih tersisa kepada
pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas peroleh aktifa tersebut menurut
ketentuan dapat dikreditkan;
6. Penyerahan BKP dari pusat kecabang atau
sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang;
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi.
Catatan :
1. Pemakaian sendiri adalah pemakaian unutk
kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi
sendiri maupun bukan produksi sendiri.
2. Pemberian cuma-cuma adalah pemberian yang
diberikan tanpa pembayaran baik barang-barang produksi sendiri maupun bukan
produksi sendiri.
Sedangkan penyerahan barang
yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah :
1. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
2. Penyerahan BKP unutk jaminan piutang.
3. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang.
Penyerahan Jasa Kena Pajak :
Apabila
dirinci, pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan
berdasarkan suatu perikatan/perbuatan hukum :
a) Yang menyebabkan suatu
barang/fasilitas/kemudahan kas tersedia :
1) Untuk dipakai pihak lain dengan maksud
memperoleh penggantian sebagai imbalan,
2) Untuk dipakai pihak lain tanpa ada maksud
memperoleh imbalan (pemberian jasa kena pajak dengan cuma-cuma),
3) Untuk kepentingan sendiri (pemakaian
sendiri jasa kena pajak)
b) Yang dilakukan atas dasar pesanan unutk
menghasilkan barang karena pesanan/permintaan dengan bahan dan atas petunjuk
dari pemesan.
G. Subjek Pajak
Dari
ketentuan yang mengatur tentang objek PPN dalam pasal 4, 16C, dan 16D UU PPN
1984 dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Pengusaha Kena Pajak
Ketentuan yang mengatur bahwa
subjek PPN harus Pengusaha Kena Pajak adalah pasal 4 huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf f serta pasal 16D Jo pasal 1 anbgka 15 UU PPN 1984 Jo pasal Peraturan
Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000.
Dari pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa :
1) Yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah pengusaha Kena
Pajak (pasal 4 huruf a dan huruf c Jo pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 Jo pasal 2
ayat 1 PP Nomor 143 Tahun 2000).
2) Yang mengekspor Barang Kena Pajak yang
dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (pasal 4 huruf f UU PPN 1984).
3) Yang menyerahkan aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan adalah Pengusaha Kena Pajak (pasal
16D UU PPN 1984).
4) Bentuk kerja sama operasi yang apabila
menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN
adalah Pengusaha Kena Pajak (pasal 2 ayat 2 PP Nomor 143 Tahun 2000).
b. Bukan Pengusaha Kena Pajak
Subjek PPN tidak harus
Pengusaha Kena Pajak, tetapi bukan Pengusaha Kena Pajak pun dapat menjadi
Subjek PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf b, huruf d, dan huruf e serta
pasal 16C UU PPN 1984.
Berdasarkan pasal-pasal ini diketahui bahwa dapat dikenakan PPN
:
1) Siapapun yang mengimpor Barang Kena Pajak
(pasal 4 huruf b UU PPN 984).
2) Siapapun yang memanfaatkan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean (pasal 4 huruf d dan huruf e UU PPN 1984).
3) Siapapun yang membangun sendiritidak dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya (pasal 16 C UU PPN 1984).
PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
1. Pengertian
a.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakuakn usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakuakn usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari Luar Daerah
Pabean.
b. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha
sebagaimana dimaksud pada poin a yang melakukan penyerahan BKP dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN,
tidak termasuk pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha Kena Pajak.
Termasuk
pengertian PKP adalah pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP.
2. Termasuk Pengusaha Kena Pajak
a. Pabrikan atau produsen.
b. Importir dan indentor.
c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa
dengan pabrikan atau importer.
d. Agen utama dan penyalur utama pabrikan
atau importer.
e. Pemegang hak paten atau merek dagang BKP.
f. Pedangang besar, pengusaha yang melakukan
penyerahan JKP.
g. Pedagang eceran.
3. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha
Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk :
a. Melaporkan usahanya unutk dikukuhkan
menjadi PKP.
b. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang.
c. Membuat faktur pajak atas setiap
penyerahan kena pajak.
d. Membuat nota retur dalam hal terdapat
pengambilan BKP.
e. Malakukan pencatatan dalam pembukuan
mengenai kegiatan usahanya.
f. Menyetor PPN dan PPnBM yang terutang.
g. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Msa PPN.
4. Pengecualian Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang tidak dibebani
dari kewajiban perpajakan adalah :
a. Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kecil.
b. Pengusaha yang menghasilkan barang yang
tidak dikenakan PPN.
c. Pengusaha di bidang jasa-jasa yang
dikecualikan dari JKP.
5. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah
pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan :
a. BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak
lebih dari Rp 360.000.000,00 atau
b. JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak
lebih dari Rp 180.000.000,00.
Dalam hal pengusaha melakukan
penyerahan BKP dan JKP, batas peredaran bruto untuk dapat ditetapkan sebagai
Pengusaha Kecil adalah :
a. Tidak lebih dari Rp 360.000.000,00 jika
peredaran BKP lebih dari 50% dari jumlah seluruh peredaran bruto; atau
b. Tidak lebih dari Rp 180.000.000,00 jika
peredaran JKP lebih dari 50 % dari jumlah seluruh peredaran bruto dan
penerimaan bruto.
Pengusaha kecil wajib
melaporkan usahanya unutk dukukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Apabila
sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau
penerimaan brutonya melebihi batas yang telah ditetapkan. Pengusaha tersebut
wajib melaporkan usahanya unutk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat pada akhir
bulan berikutnya. PKP dapat mengajukan permohonan pencabuatn pengukuhan sebagai
PKP apabila jmlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutinya dalam satu tahun
buku tidak melebihi batas yang telah ditentukan. Apabila diperiksa ternyata
tidak memenuhi syarat, maka :
a. Pengukuhan sabagai pengusaha kecil batal,
dan unutk selanjutnya akan dukukuhkan sebagai PKP.
b. PPN yang seharusnya terutang diragih
ditambah sanksi yang berlaku.
c. Pajak masukan yang telah dibayar sampai
dengan saat pembatalan tidak dapat dikreditkan.
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan
dengan pengusaha kecil :
a. Dilarang membuat faktur pajak.
b. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN.
c. Diwajibkan membuat pembukuan atau
pencatatan.
d. Wajib lapor unutk dukukuhkan sebagai PKP,
bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang telah
ditentukan.
H. Pencatatan dan Pembukuan dalam PPN
Ketentuan
mengenai pembukuan yang sebelum 1 Januari 2001 diatur dalm Pasal 6 UU PPN 1984,
dengan UU Nomor 18 tahun 2000 dihapus sehingga mengenai kewajiban pembukuan di
bidang PPN semata-mata mengacu pada Pasal 28 UU KUP.
Dalam
pasal 28 ayat (7) UU KUP diarut bahwa pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, peghasilan, dan biaya, serta penjualan
dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Apabila
dibandingkan dengan rumusan dalam Pasal 6 UU PN 1984 yang telah dihapus,
ternyata rumusan dalam Pasal 1 angka 26 UU KUP dan penegasan dalam memori
pehjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP tidak sepenuhnya memnuhi itu penegasan yang
dimuat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ.71/1989
tanggal 2 Desember 1989 masih cukup relevan unutk diperhatkan. Dalam Surat
Edaran ini, Pengusaha Kena Pjak diwajibkan menyelenggarakan pencatatan :
a. Kuantum Barang Kena Pajak yang diserahkan
b. Harga perolehan barang/jasa Kena Pajak dan
Pajak Masukan
c. Harga Jual/Penggantian dan Pajak Keluaran
yang dikenakan
d. Penyerahan yang terutang PPN 10%
e. Penyerahan yang terutang PPN 0%
f. Penyerahan yang tidak terutang PPN
g. Penyerahan yang terutang PPnBM
Karena berdasarkan Pasal 16B
UU PPN 1984, terhadap penyerahan BKP/JKP tertentu diberikan fasilitas maka begi
PKP yang melakukan penyerahan terkait dengan fasilitas dimaksud, pencatatan itu
harus ditambah dengan dua materi lagi yaitu:
h. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan
pajak
i.
Penyerahan
yang PPN dan PPnBM-nya tidak dipungut
I. PPnBM
Sebelum
1 Januari 2001, pengelompokan BKP yang tergolong mewah diatur dalam pasal 22
dan 23 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994, setelah perubahan peraturan
pelaksanaannya, pengelompokan ini diatur dalam satu peraturan Pemerintah
tersendiri yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000. Sampai dengan
semeter pertama tahun 2002 peraturan pemerintah ini mengalami dua kali
perubahan yaitu dengan peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2001 tanggal Agustus 2001 dan Peratuarn Pemerintah Nomor 7
Tahun 2002 tanggal 23 Maret 2002.
Karateristik
PPnBM :
a. PPn BM merupakan pungutan tambahan
disamping PPN
b. PPn BM hanya dipungut satu kali yaitu pada
saat impor barang kena pajak yang tergolong mewah, atau atas penyerahan barang
kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP pabrikan dari BKP yang
tergolong mewah tersebut
c. PPn BM tidak dapat dikreditkan dengan PPN
d. Meskipun demikian, apabila eksportir
mengekspor barang kena pajak yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar pada saat
perolehannya dapat diminta kembali (pasal 10 ayat 3 UU PPN 1984).
Latar belakang pengenaan PPnBM
a. PPn BM berdampak regresif
b. Konsumsi barang kena pajak yang tergolong
mewah bersifat kontra produktif
c. Produsen kecil dan tradisional menjadi
saingan berat dari komoditi impor
d. Tuntutan penerimaan negara dari tahun
ketahun
J. Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak
a. Tarif pajak
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif
PPN yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP
adalah 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN,
tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat
dikreditkan.
Berdasarkan
pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana unutk
pembangunan, dengan peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah
serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% dengan tetap memakai prinsip
tarif tunggal.
2. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Tarif
penjualan atas barang mewah (PPnBM), dengan peraturan Pemerintah, dapat
ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif paling rendah
sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat
ini adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.
b. Dasar pengenaan pajak
Yang
menjadi DPP adalah :
1. Harga jual
2. Nilai pengganti
3. Nilai ekspor
4. Nilai impor
5. Nilai lain yang ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan.
K. Cara Menghitung PPn dam PPnBM
Cara
menghitung PPN adalah sebagai berikut :
PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
Contoh :
Pengusaha
kena pajak “ A” menjual tunai BKP kepada pengusaha kena pajak “B” dengan harga
jual Rp. 5.000.000,00. PPn yang terutang : 10% x Rp 25.000.000,00 = Rp
2.500.000,00. PPN sebesar Rp 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran,
yang dipungut oleh pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi pengusaha kena
pajak “B”, PPN tersebut merupakan pajak masukan.
CARA MENGHITUNG PPnBM
Cara
menghitung PPnBM adalah sebagai berikut :
PPnBM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
L. Mekanisme Kredit Pajak
Pembeli BKP, penerima JKP, pengimpor BKP, pihak
yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang
memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean wajib membayar PPN dan berhak menerima
bukti pungutan pajak. PPN yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan
pajak mesukan bagi pembeli BKP, atau penerima JKP, atau pengimpor BKP atau
pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, atau pihak
yang memanfaatkan JKP dari luar daerah pabean yang berstatus PKP. Pajak masukan
yang wajib dibayar oleh pengusaha kena pajak yang sama. Pajak masukan yang
dapat dikreditakn tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa
pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3
bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam hal belum ada
pajak keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka pajak masukan tetap dapat
dikreditkan. Pajak masukan yang biyar unutk perolehan BKP dan atau JKP
dikreditkan dengan pajak keluaran di tempat pengusaha kena pajak dikukuhkan.
M. Faktur Pajak
Faktur
pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusha kena pajak yang melakukan
penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP
yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Faktur
pajak berupa :
1. Faktur Pajak Standar
Dalam faktur pajak standar
harus dicantumkan :
·
Nama,
alamat, NPWP yang menyerahkan BKP, dan atau JKP
·
Nama,
alamat, NPWP pembeli BKP, atau penerima JKP
·
Jenis
barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
·
PPN
dan PPnBM dipungut
·
Kode,
nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak
·
Nama,
jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak
Faktur pajak merupakan bukti
pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak
masukan. Oleh karena itu faktur pajak harus benar, baik secara formal maupun
secara materiil.
Pembuatan faktur pajak standar
:
1. dalam hal pembayaran diterima setelah
bulan penyerahan BKP dan atau keseluruhan JKP, harus dibuat paling lamabat pada
akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau keseluruhan JKP,
kecualaipembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka faktur pajak
standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran; atau
2. dalam
hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau
sebelum penyerahan JKP, harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan
pembayaran; atau
3. dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan, harus dibuat paling lambat pada saat pembayaran penerimaan termin; atau
4. dalam hal penyerahan BKP atau JKP kepada
pemungut PPN, harus dibuat paling lambat pada saat penguisaha kena pajak
menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN.
2. Faktur Pajak Gabungan
Berdasarkan
pasal 13 ayat (2) UU PPN 1984, pengusaha kena pajak dapat membuat satu faktur
yang meliputi seluruh penyerahan Barang
Kena Pjak dan atau penyarahan Jasa Kena Pajak unutk pembeli atau penerima yang
sama selama satu masa pajak. Bentuk faktur pajak gabungan pada dasarnya adalah
faktur pajak standar oleh karena itu dalam memori penjelasan pasal 13 ayat (1)
tidak digolongkan sebagai bentuk tersendiri terpisah dari faktur pajak standar.
3. Faktur Pajak Sederhana
Faktur
pajak sederhana juga merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha
kena pajak untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau oleh pengussaha kena
pajak untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyarahan JKP yang
dilakukan secara lengsung kepada konsumen akhir.
Faktur
pajak sederhana paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan
BKP atau JKP
b. Jenis dan kuantum
c. Jumlah harga jual atau penggantian yang
sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana
4. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan
sebagai faktur pajak standar oleh dirjen pajak :
a. Pemberitahuan impor barang untuk dipakai
(PIUD) dan surat setoran pajak (SSP) untuk impor barang kena pajak
b. Pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang
telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari direktorat jenderal bea dan
cukai dan dilampiri invoice.
c. Surat perintah pengiriman barang (SPPB)
dari BULOG/DOLOG unutk penyaluran gula pasir dan tepung terigu
d. Paktur Noata Bon Penyerahan (PNBP) yang
dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA unutk penyerahan BBM dan/atau bukan BBM;
e. Tanda pembayaran atau kuitansi atas
penyerahan jasa telekomunikasi; dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa
angkutan dalam negeri;
f. Surat setoran pajak unutk pembayaran PPN
atas pemanfaatan BKP tidak kepelabuhan.
g. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.
Dokumen-dokumen tersebut harus
memuat sekurang-kurangnya :
a. Identitas yang berwenang menrbitkan
dokumen
b. Nama dan alamat penerima dokumen
c. NPWP dalam hal penerima dokumen adalah
sebagai Wajib Pajak dalam negeri
d. Jumlah satuan barang apabila ada
e. Dasar pengenaan pajak
f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam
hal ekspor
N. Penyerahan Kepada Pemungut
Pemungut
PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau intansi pemerintah yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak
yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan BKP dan atau penyerahan
JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau intansi pemerintah tersebut.
Pemungut
PPN adalah :
1. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
(KPKN);
2. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah,
baik Propinsi, Kota, maupun Kabupaten;
3. Pertamina;
4. Kontraktor-kontraktor bagi hasil ban
kontrak di bidang Minyak dan Gas Bumi, Panas Bumi, dan pertambangan Umum
lainnya;
5. BUMN dan BUMD;
6. Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, dan
Bank Indonesia.
PPN dan PPnBM tidak dipungut
dalam hal :
1. Pembayaran yang jumlahkan paling banyak Rp
1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang tidak terpecah-pecah;
2. Pembayaran unutk pembebasan tanah;
3. Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau
JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas
PPn tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
4. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan
BBM oleh PERTAMINA;
5. Pembayaran atas rekening telpon;
6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang
diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
7. Pembayaran lainnya unutk penyerahan barang
atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan ayng berlaku tidak
dikenakan PPN.
O. SPT Masa PPN dan Akutansi PPN
a. SPT MASA PPN
Surat
Pemberitahuan Masa merupakan leporan bulanan yang dapat disampaikan oleh
Pengusaha kena pajak, mengenai perhitungan :
1. Pajak masukan berdasarkan realisasi
pembelian BKP atau realisasi penerimaan JKP
2. Pajak keluaran berdasarkan realisasi
pengeluaran BKP/JKP
3. Penyetoran pajak atau kompensasi
Bagi pengusaha kena pajak
penyampaian SPT bersifat :
1. Wajib melaporkan perhitungan pajak
tersebut kepada Dirjen Pajak ( Kantor Pelayanan Pajak)
2. Dalam jangka waktu 20 hari setelah akhir
masa pajak
3. Menggunakan formulir SPT Masa
4. Keterangan dan dokumen yang dicantumkan
dan atau dilampirkan pada SPT Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan
5. SPT dianggap tidak dimasukkan jika tidak
atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan UU PPN
6. Perhatian juga ketentuan umum dan tat cara
perpajakan.
b. Akutansi PPN
Akutansi
PPN sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam :
·
Pasal
28 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
·
Pasal
6 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
Akutansi PPN adalah akutansi
yang kegiatannya unutk memenuhi ketentuan diatas dan bertujuan memberikan
informasi bagi perusahaan untuk dapat menghitung, membayar, dan melaporkan
mengenai PPN dan PPnBM yang terutang.
Prosedur pencatatan pembelian
yang PPNnya dapat dikreditkan maupun yang tidak dapat dikreditkan :
1. Pembelian atas barang-barang yang PPN nya dapat
dikreditkan :
- Pembelian barang persediaan
Contoh : PT A membeli barang untuk
persediaan pada Bulan April 2002 seharga Rp 15.000.000,00 dari PT B. Jurnal
unutk mencatat transaksinya :
Pembelian Rp
15.000.000,00
PPN masukan Rp 1.500.000,00
Utang Rp
16.500.000,00
- Pembelian barang modal
Contoh : PT A membeli mesin cetak seharga
Rp 100.000.000,00 untuk bulan Mei 2002 dari PT B. Jurnal untuk mencatat
transaksinya :
Mesin Rp
100.000.000,00
PPN Masukan Rp 10.000.000,00
Kas Rp
110.000.000,00
2. Pembelian atas barang-barang yang PPN nya tidak
dikreditkan ;
Contoh : pembelian keperluan
kantor seharga Rp 2.000.000,00 + PPN 10 % secara tunai. Jurnal untuk
transaksinya;
Keperluan kantor Rp 2.000.000,00
PPN Rp 200.000,00
Kas Rp
2.200.000,00
Saat perhitungan pembayaran
dan pembuatan laporan jurnal penutup untuk menutup perkiraan PPN adalah;
PPN keluaran xxx
PPN masukan xxx
PPN yang masih harus dibayar xxx
PPN yang masih harus dibayar xxx
Kas/Bank xxx
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peraturan
perundang-undangan yang mengatur pajak pertambhan nilali (PPN) dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa penjualan atas barang mewah
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah
lagi dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000.
Tarif Pajak yang berlaku ;
1. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10
% dan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Dengan peraturan pemerintah tarif
PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%.
2. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah
10%, 20%, 30%, 40%, 50%, Dan 75%.
Rumus menghitung PPN dan PPnBM
:
PPN = Dasar pengenaan pajak x
tarif pajak
PPnBM = Dasar pengenaan pajak
x tarif pajak
Dasar pengenaan pajak :
1. Harga jual
2. Nilai penggantian
3. Nilai impor
4. Nilai ekspor
5. Nilai lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan Barang Kena Pajak (BKP)
Menurut UU PPN Tahun 1984
pasal 1 angka 3 dan angka 2, pengertian barang kena pajak adalah barang
berwujud yang sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang
tidak bergerak atau barang tidak bergerak maupun tidak berwujud yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang ini.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, aatua memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak temasuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha
kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Gustian &
Irwansyah Lubis.2002.Pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Mardiasmo.2003.PerpajakanI.Yogyakarta : ANDI
Sukardji, Untung.2002.Pajak Pertambahan Nilai.Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada
Tjahjono, Achmad &
Muhammad Fakhri Husein.2005.Perpajakan.Yogyakarta
: UPP AMP YKPN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar